Newest Post

   
   Proses produksi tentu saja terdapat faktor-faktor bahaya dan potensi bahaya baik pada mesin, peralatan, tenaga kerja, maupun pada lingkungan hidup di PT Bridgestone serta lingkungan sekitar perusahaan. Faktor bahaya yang di timbulkan oleh mesin-mesin produksi yaitu kebisingan, getaran, penerangan, iklim kerja, dan udara lingkungan kerja. Dilihat faktor bahaya peranan K3 sangat diperlukan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan. Lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat maka perlu dilaksanakan adanya program-program K3 dan upaya pemeliharaaan lingkungan serta peraturan-peraturan perundangan salah satunya yaitu dengan pengujian lingkungan fisik kerja dan dapat mendukung program K3 serta lingkungan.

   Faktor Lingkungan Fisik Kerja
 Faktor Lingkuang Fisik Kerja yang berada di perusahaan merupakan segala sesuatu yang berhubungan langsung fisik pekerja yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat terpapar faktor-faktor  kebisingan, iklim kerja, getaran, penerangan, dan gas. Berikut ini adalah faktor lingkungan fisik kerja.
   
   Kebisingan
   Kebisingan di PT Bridgestone Tire Indonesia dapat digolongkan kedalam jenis kebisingan kontinyu yaitu kebisingan tersebut bersumber pada mesin-mesin produksi yang berada di area HP Compressor, Curring Line, Warpping, dan HP Compressor NO2. PT Bridgestone telah melakukan pengukuran terhadap intensitas kebisingan secara bekala yaitu 6 bulan sekali. Dari hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan pada bulan juli 2016 ada beberapa tempat  yang melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) sebesar 85 dBA yaitu di lokasi HP Compressor No.1 sebesar 91,4 dBA, HP Compressor No.2 sebesar 91,7 dBA, Curring Line 7-8 sebesar 86,0 dBA, Curring Line 15 01 sebesar 86,2 dBA, Warpping 5 dan 6 sebesar 86,2 dBA, dan HP Compressor NO2 sebesar 87,0 dBA dengan keseluruhan pemaparan 8 jam.Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER. 13/MEN/X/2011 untuk lama pemaparan 8 jam adalah 85 dBA. Tetapi PT Bridgestone telah melakukan pengendalian untuk mengurangi kebisingan rotasi jam kerja karyawan setiap 2 jam dan pemberian Penutup telinga sebagai alat pelindung diri yang bertujuan untuk mengurangi intensitas kebisingan yang melebihi NAB.  Penutup telinga mampu mengurangi kebisingan antara 25-33 dBA sehingga kebisingan yang timbul masih dalam batas aman untuk tenaga kerja bekerja dengan aman di tempat kerja yang intensitas kebisingan melebihi NAB, Selain itu juga dilakukan pemasangan tanda keselamatan pada mesin-mesin yang bising dan pemeriksaan audiometri.

   Iklim Kerja
  Pengukuran tekanan panas dilakukan pada bulan juli 2016 dilakukan pengukuran tekanan panas oleh PT Bridgestone Tire Indonesia. Berikut ini adalah hasil data pengujian tekanan panas Sumber panas yang ada di PT Bridgestone berasal dari mesin under roll, mesin warming up roll, karet compound yang panas, serta uap panas dari cusion roll area cement gasoline. Tekanan panas ini dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja terutama dapat mengakibatkan dehidrasi. Upaya pencegahan atau pengendalian yang dilakukan PT Bridgestone yaitu adanya rotasi kerja antara karyawan, menyediakan air minum, ruang istirahat untuk karyawan yang dilengkapi fasilitas AC

    Vibrasi
    Kemungkinan bahaya vibrasi terdapat pada area compressor room, co gen area, dan main operator. Bahaya vibrasi bersumber dari compressor, steam boiler, dan extruder, berikut ini adalah hasil pengujian pengukuran vibrasi Dari hasil pengukuran vibrasi pada compressor room, co-gen area, main operator ET 8x8 DET dapat dikatakan aman karena tidak melebihi Nilai Ambang Batas yang di perkenankan yaitu 0,5 m/dtk yang sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia ditempat kerja Upaya yang dilakukan perusahaan dalam melakukan pencegahan faktor bahaya getaran antara lain desain tempat kerja seperti ruang istirahat, adanya rotasi kerja antara karyawan serta perawatan dan pemeliharaan rutin peralatan.

   Penerangan
   Dalam pelaksanaan produksi tenaga kerja membutuhkan penerangan yang cukup. Penerangan di PT Bridgestone berasal dari penerangan alami dan buatan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama dimalam hari maka perusahaan melakukan pengukuran intensitas penerangan yang dilakukan pihak internal maupun eksternal, adapun pihak eksternal yang ditunjuk oleh perusahaan yaitu pusat keselamatn dan kesehatan kerja laboratorium pengujian jakarta pusat. Penerangan dalam pelaksanaan produksi tenaga kerja membutuhkan penerangan yang cukup. Penerangan di PT Bridgestone berasal dari penerangan alami dan buatan. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama dimalam hari maka perusahaan melakukan pengukuran intensitas penerangan yang dilakukan pihak internal maupun eksternal, adapun pihak eksternal yang ditunjuk oleh perusahaan yaitu pusat keselamatn dan kesehatan kerja laboratorium pengujian jakarta pusat.

   KESIMPULAN
  Setelah penulis melakukan pengamatan pengujian faktor lingkungan fisik kerja pada perusahaan dapat disimpulkan pada pengujian kebisingan masih terdapat 6 titik sumber bising yang melebihi standar ambang batas yang dapat berpotensi menyebabkan kesehatan pekerja terganggu walaupun pihak perusahaan sudah melakukan pengendalian untuk mengurangi potensi bahaya tersebut dengan memberikan Alat Pelindung Diri kepada pekerja. Iklim kerja pada perusahaan masih terdapat 5 titik standar ambang batas, tekanan panas tersebut dapat mengganggu kesehatan pekerja salah satunya dapat mengakibatkan dehidrasi,  upaya pengendalian yang di lakukan yaitu adanya rotasi kerja, menyediakan air minum dan ruang istirahat yang di lengkapi AC. Getaran yang dihasilkan pada mesin-mesin masih di bawah standar ambang batas sehingga pengendalian yang di lakukan yaitu hanya perawatan berkala.  Pencahayaan pada perusahaan terdapat 4 titik nilai di bawah standar sehingga berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja. Kadar gas pada perusahaan tidak terdapat hasil nilai ambang batas yang melebihi standar. Upaya pencegahan yang telah di lakukan pada PT Bridgestone untuk meminimalisir Nilai Ambang Batas sudah sesuai dengan standart prosedur.

MEMPELAJARI FAKTOR LINGKUNGAN FISIK KERJA (K3L)

Sabtu, 22 Juli 2017
Posted by Unknown
3 Contoh Kasus Kontrak Kerja dan Bisnis

Kasus 1
Pada hari ini, Senin, tanggal 15 Juni tahun 2004, kami yang bertanda tangan di bawah ini:

1. DR. Ir. IHANG PUTRA BANGSA, SH., Direktur PT. Cipta Petrol Investama bertempat tinggal di Jl. Tamansiswa No. 158 A Yogyakarta, dalam hal ini bertindak dalam jabatanya tersebut, selaku demikian mewakili Direksi dari dan karena itu untuk dan atas nama serta sah mewakili PT. Cipta Petrol Investama, berkedudukan di Jl. C. Simanjtak No. 12 Yogyakarta, berdasarkan Pasal 21 Anggaran Dasarnya yang dimuat dalam Akta Notaris No. 121 Pen. PT/XII/1977, tanggal 12 Desember 1977, yang termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14 Februari 1978, No. BN 125/PT/II/1978, Tambahan No. TLN 202/PT/II/1978, selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2. Dr. JOHN HOWARD, LLM, Direktur West Wing Build Corporation, dalam hal ini bertindak dalam jabatanya tersebut, selaku demikian mewakili Direksi dari dan karena itu untuk dan atas nama serta sah mewakili West Wing Build Corporation, berkedudukan di Jl. Kanguru No. 207 Sidney Australia, untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PINAK KEDUA selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK.

Menimbang

1. Bahwa PIHAK PERTAMA adalah suatu anak perusahaan dari PT. Rentang Rejeki Semesta yang bergerak di bidang konstruksi dan pembangunan anjungan minyak lepas pantai yang berkedudukan di Jakarta. Oleh perusahaan tersebut PIHAK PERTAMA diberi bertugas menjalankan proyek pembangunan rumah dinas untuk karyawan pertambangan sebanyak 500 unit di Jl Kaliurang Km. 12,5 Sleman Yogyakarta.

2. Bahwa PIHAK KEDUA adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang jasa konstruksi bangunan berkedudukan di Jl. Kanguru No. 207 Sidney Australia.

3. Bahwa dalam rangka menjalankan proyek pembangunan rumah dinas untuk karyawan penambangan ini diperlukan PIHAK KEDUA sebagai penyandang modal awal.

Maka karena itu, berdasarkan kesepakatan dan prinsip-prinsip tersebut di atas PARA PIHAK dengan ini setuju untuk mengadakan Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Konstruksi ini dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut

Pasal 1
Definisi

1. Yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan Konstruksi adalah Perjanjian Pelaksanaan Proyek Pembangunan Rumah.

2. Yang dimaksud dengan proyek dalam proyek pembangunan 500 unit rumah dinas.

3. Rumah dinas dalam perjanjian ini adalah rumah dinas bagi 500 karyawan PT Rentang Rejeki Semesta.

Pasal 2
Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari perjanjian ini adalah mengadakan hubungan kerjasama antara kedua belah pihak dalam rangka pelaksanaan dan penyelesaian proyek pembangunan 500 unit rumah dinas di Jl. Kaliurang Km. 12,5 Sleman Yogyakarta guna mendapatkan keuntungan bersama.

Pasal 3
Hak dan Kewajiban

1. Dengan ini PIHAK PERTAMA mengikatkan diri pada perjanjian ini dan berhak menerima kucuran dana sebagai modal awal sebesar Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) dari PIHAK KEDUA, dan bersamaan dengan itu wajib mengembalikan dana tersebut kepada PIHAK KEDUA dengan tambahan bunga seperti yang diperjanjikan.

2. PIHAK PERTAMA wajib mengembalikan dana modal awal kepada PIHAK KEDUA dengan tambahan bunga sebesar 15% setelah perjanjian berakhir.

3. PIHAK PERTAMA berkewajiban menyediakan material, tenaga keja, dan kebutuhan teknis lainnya dalam pelaksanaan proyek.

4. PIHAK KEDUA berkewajiban mengirimkan tenaga suprvisor dan mengalokasikan Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta) untuk kelancaran proyek bersama.

5. Kedua belah pihak berhak atas harga keuntungan proyek dengan pembagian masing-masing sebesar 50%.

Pasal 4
Ruang Lingkup

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk mengadakan kerjasama dalam pelaksanaan proyek pengadaan 500 unit rumah dinas yang saling menguntungkan dengan prinsip saling menghormati dengan ketentuan:

1. PIHAK PERTAMA bertanggung jawab terhadap proses jalannya pelaksanaan proyek di lapangan.

2. Dalam rangka penghimpunan dana pelaksanaan proyek, PIHAK KEDUA berjanji dan mengikatkan diri untuk mengirimkan tenaga supervisor kepada PIHAK PERTAMA.

3. Untuk memperlancar pelaksanaan proyek dalam perjanjian ini, maka PIHAK KEDUA akan mengalokasikan dana sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) kepada PIHAK PERTAMA sebagai modal awal bersama..

Pasal 5
Jangka Waktu

1. Perjanjian kerja sama ini berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian ini, dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan evaluasi setiap tahun sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.

2. Apabila dipandang perlu perjanjian ini dapat diperpanjang atas persetujuan kedua belah pihak dengan melakukan konsultasi, atas rancangan perpanjangan dan dibicarakan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja sama.
3. Perjanjian kerja sama ini dapat diubah sebelum jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan pihak yang mengakhiri perjanjian ini wajib memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum keinginan diakhirinya perjanjian ini atau terjadi perubahan mendesak pada masing-masing pihak.

Pasal 6
Pembayaran

1. PIHAK PERTAMA harus menyerahkan kepada PIHAK KEDUA deposit/jaminan modal berupa obligasi dan atau saham sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta Rupiah), yang harus dibayarkan sekaligus pada saat penandatanganan Perjanjian ini sebagai jaminan bagi PIHAK KEDUA .

2. Deposit/jaminan modal kerja sama ini akan dikembalikan kepada PIHAK KEDUA pada akhir Jangka Waktu perjanjian dengan bebas bunga dan setelah diperhitungkan dengan kewajiban-kewajiban PIHAK KEDUA (bila ada) bersamaan dengan pembagian keuntungan proyek.

3. PIHAK KEDUA wajib mentransfer modal awal sebesar Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) kepada PIHAK PERTAMA melalui Rekening BCA No. 0823.987.3321 atas nama PT. Cipta Petrol Investama.

4. Pembayaran tersebut seperti dimaksud pada ayat 3 diatas dilakukan 4 (Empat) kali secara angsuran dalam jangka waktu 4 (Empat) tahun dan dibayarkan 1 (Satu) kali dalam setiap tahunnya sebesar Rp 12.500.000,- (Dua belas juta lima ratus ribu rupiah).

5. Setiap angsuran harus sudah dibayarkan kepada PIHAK PERTAMA selambat-lambatnya tanggal 31 Januri tiap tahunnya.

Pasal 7
Keterlambatan

1. Jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran oleh PIHAK KEDUA, maka PIHAK PERTAMA berhak mendapatkan tambahan dan sebesar 5% untuk angsuran berikutnya sebagai biaya atas kerugian-kerugian yang terjadi akibat keterlambatan tersebut.

2. Dalam hal keterlambatan terjadi pada angsuran yang terakhir, maka PIHAK PERTAMA berhak mengajukan ganti rugi pada saat pembagian keuntungan proyek sebesar jumlah kerugian yang diakibatkan secara langsung oleh keterlambatan tersebut.

Pasal 8
Cedera Janji

Dalam hal cedera janji di PIHAK PERTAMA sehingga mengakibatkan diakhirinnya perjanjian ini, PIHAK KEDUA selaku penyedia modal awal berhak untuk meminta ganti rugi kepada PIHAK PERTAMA sebesar jumlah uang yang telah disetorkan kepada PIHAK PERTAMA.

Pasal 9
Force Majeur

1. Tanpa mengesampingkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini, peristiwa-peristiwa sebagai berikut merupakan keadaan kahar (force majeure), yaitu:
(i) Peristiwa alam;
(ii) Tindakan Pemerintah;
(iii) Kerusuhan;
(iv) Kebakaran yang tidak disebabkan karena kesalahan Para Pihak;
dan peristiwa-peristiwa lainnya yang berada di luar jangkauan yang wajar dari Para Pihak berdasarkan Perjanjian ini.

2. Dalam hal terjadinya keadaan kahar tersebut di atas, maka Para Pihak sekarang ini dan untuk nanti pada waktunya, menyatakan saling memberikan pembebasan untuk tidak saling menuntut dalam bentuk apapun kepada satu sama lainnya.

Kasus 2
Saya seorang karyawan kontrak di perusahaan swasta, dalam kontrak 1 tertulis :
- status saya adalah karyawan kontrak 6 (enam) bulan.
- adanya ikatan dinas 1 tahun dg menahan ijasah asli yg terakhir sbg jaminan ikatan dinas tsb.
- apabila mengundurkan diri sblum masa ikatan dinas tsb berakhir (mengundurkan diri kurang dari 1 thn) maka dikenakan penalty sebesar Rp. 2.000.000, – sbg pengganti.
Didlm surat perjanjian kontrak yg saya tanda tangani tdk dibubuhi materai.
Kontrak pertama saya telah berakhir 1 bulan yg lalu, tp tdk/blm ada perjanjian kontrak lagi, dan saya masih bekerja di perusahaan.
Selama saya bekerja, uang makan+uang transport (bensin) yang di dlm perjanjian kontrak ada, total slma 3 bulan tdk/blm dibayarkan oleh perusahaan, hal itu terjadi karena suatu hal dan pergantian jabatan pimpinan area saya.
Bahkan untuk acara training yg dilaksanakan diluar daerah, saya hrs menggunakan uang pribadi krn situasi tsb (yg seharusnya menggunakan uang perusahaan).
Pertanyaan saya :
1). Apakah surat perjanjian tsb sah dan kuat dimata hukum??
2). Apakah jika mengundurkan diri, saya salah dimata hukum, mengingat saya belum tanda tangan kontrak ke-2 (berikutnya)??
3). Apakah tepat bila saya mengundurkan diri dg alasan uang makan + uang transport + uang biaya training yg blm dibayarkan agar saya tidak dikenai penalty??
4). Apakah saya dapat menuntut untuk hak saya yg blm dibayarkan tsb??
Terima-Kasih sebelumnya atas bantuannya.

PENCERAHAN;

1) Pasal 52 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan perjanjian kerja dibuat atas dasar :

a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tersebut, jelas dan tegas bahwasanya perjanjian kerja Anda tersebut sah dan memiliki kekuatan hukum. Meskipun tidak bermaterai ? materai bukan sebagai bukti sahnya perjanjian.

2) Pasal 56 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakn :

(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
a. jangka waktu; atau
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 tersebut, mengingat jangka waktu perjanjian kerja Anda sudah berakhir, maka berakhir pula segala kewajiban yang mengikat anda. Artinya, kalau ke anda mengundurkan diri setelah berakhirnya perjanjian, maka anda tidak terbebaskan dari sanksi pinalti.

3) Tidak tepat anda mengundurkan diri dengan alasan tunjangan2 yang belum dibayarkan. Saya yakin itu sudah diatur dalam perjanjian kerja Anda. Bahwa kemudian anda ingin resign lihat jawaban no. 2 di atas.

4) Pasal 59 ayat (5) UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwasanya Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Selanjutnya, Pasal 59 ayat (7) pada pokoknya menegaskan Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Artinya, karena perjanjian anda telah berakhir namun selama 3 bulan perusahaan tidak kunjung memperpanjang/ memperbaharui perjanjian kerja Anda, sesungguhnya status Anda bukan lagi sebagai pekerja kontrak tetapi sudah menjadi pekerja tetap. Ini berarti Anda dapat menuntut hak-hak yang belum dibayarkan.

Kasus 3
Harian Kompas (Jumat, 19 Januari 2007) pada kolom Bisnis & Keuangan menurunkan berita tentang permintaan negosiasi ulang oleh sebuah perusahaan - sebut saja PT X - kepada PT Y. Secara singkat demikian ceritanya: Suatu ketika PT X mengikat perjanjian penjualan gas ke PT Y, dengan harga yang sudah ditetapkan. Penjualan ini sendiri akan direalisasikan bila proyek pipa gas ini telah selesai. Menurut jadwal akan selesai Juni 2006. Ternyata pipa tersebut tidak selesai tepat waktu. Rupanya pipa tersebut adalah milik PT Y. PT X merasa dirugikan karena keterlambatan penyelesaian pipa gas tersebut. Kerugian utama adalah ka-rena dengan pemasukan yang masih 0 (nol) di-mana gas belum ada yang dialirkan, PT X sudah harus membayar bunga utang dan cicilan ke Japan Bank for International Cooperation (JBIC) sejak 1 Juni 2006. .

Atas kerugian yang dialami PT X tersebut mereka meminta kepada PT Y untuk melaku-kan negosiasi ulang terutama untuk negosiasi harga. Karena argo pembayaran PT X sudah jalan sejak 1 Juni 2006, sementara pemasukan masih nol maka PT X merasa dirugikan. Di lain pihak PT X mengetahui bahwa PT Y menjual gas yang dibeli dengan harga jauh di atas harga yang telah ditetapkan dalam kontrak . Ternyata permintaan PT X ditolak oleh PT Y. Ala-sannya, keterlambatan hanya berdampak pada denda dan kesanggupan menyerap pasokan gas (take or pay). Menurut PT Y, sesuai kesepakatan kontrak, akibat keterlambatan proyek, PT Y harus membayar denda sebesar jumlah tertentu (dalam dollar) untuk periode 60 hari dari saat pertama gas seharusnya mengalir (1 November 2006 - 30 Desember 2006). Di luar masa terse-but PT Y hanya dikenai kewajiban take or pay atas ketidakmampuannya menyerap minimal 80 persen dari pasokan gas yang seharusnya.

Adakah yang salah dalam kontrak bisnis antara PT X dengan PT Y tersebut? Mungkin tidak. Paling tidak secara formal kita menduga begitu, setidaknya dengan keterbatasan infor-masi yang kita dapat dari membaca koran. Kita toh tidak tahu isi kontraknya secara lengkap. Terlepas dari apapun isi kontraknya, ada pe-lajaran yang patut kita ambil dari kasus ini, khususnya bagi pihak-pihak yang sering terlibat dalam kontrak. Pada artikel “Kontrak Bisnis dan Akibat Hukumnya” (WP, Januari 2007) penulis sudah menyinggung sedikit tentang hal ini. Untuk setiap kontrak bisnis, sebaiknya melibatkan pihak-pihak terkait dan multidi-sipliner.

Jadi kalau kontraknya tentang jual-beli, perlu melibatkan analis keuangan yang akan menghitung sisi potensi laba-rugi akibat klau-sul kontrak. Untuk kasus di atas, misalnya bila pembayaran dengan minyak mentah kelas satu, bukankah lebih banyak ruginya karena minyak mentah cenderung terus naik? Bukankah ini sama dengan hedging? Apalagi bila minyaknya dengan spesifikasi kelas satu? Kemudian be-sarnya penalti, apakah sudah seimbang dengan kerugian yang diterima pemasok? Lalu lamanya penalti (60 hari) apakah sudah merupakan hal yang terbaik, untuk selanjutnya digantikan oleh kewajiban take or pay?

Secara hukum memang sulit untuk me-maksa PT Y untuk melakukan negosiasi ulang, kecuali ditemukan fakta bahwa proyek pe-nyelesaian pipa gas tersebut sengaja diper-lambat oleh PT Y. Bila cukup bukti untuk itu maka PT Y bisa digugat karena tidak beritikad baik dalam menjalankan prestasinya. Jika tidak, tentu mereka akan bertahan dengan isi kontrak karena menguntungkan pihaknya. Negosiasi kontrak untuk merevisi harga memang dimung-kinkan —walaupun harus melalui pengadilan — bila dapat dibuktikan bahwa harga yang di-sepakati ini jauh dibawah harga yang berlaku untuk kontrak-kontrak sejenis di Indonesia.

Pengalaman ini harus membuat para peran-cang kontrak harus lebih hati-hati dalam membuat kontrak bisnis. Kontrak bisnis bukan sekedar formalitas pengikatan atau sekedar bukti adanya perjanjian antara para pihak yang melakukan kegiatan bisnis. Kontrak bisnis bisa juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berniat curang dalam bisnis dengan cara me-muat klausul-klausul yang menguntungkan pihaknya. Tanpa ada yang berniat curangpun, para pihak harus hati-hati karena pihak lawan akan mengamankan posisinya bila terjadi sengketa (dispute). Jadi masing-masing pihak harus mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi secara lebih cermat. Apalagi untuk pro-yek-proyek besar harus ekstra hati-hati. Perlu dilakukan review beberapa kali terhadap draft kontrak oleh tim atau beberapa individu yang berbeda-beda. Harus ditanamkan dalam ingat-an bahwa sekali kontrak ditandatangani maka kesempatan untuk merevisi atau negosiasi ulang sudah tidak dimungkinkan lagi. Business is business (meminjam ungkapan Paman si Said dalam serial Bajaj Bajuri).

Sebetulnya kontrak bisnis itu bisa bercerita banyak tentang hal-hal yang diperjanjikan. Bila para pembuat kontrak cermat dan teliti akan terlihat bahwa aspek-aspek yang diperjanjikan bisa direpresentasikan dengan jelas, demikian pula potensi untung-rugi dan potensi sengketa-nya. Jadi selain cermat dan teliti, para pembuat kontrak khususnya kontrak-kontrak besar dan internasional harus mempunyai seni membuat kontrak dan perasaannya sudah menyatu de-ngan obyek yang diperjanjikan. Lebih baik lagi bila seorang pembuat kontrak mempunyai visi bisnis yang baik sehingga dengan mudah untuk bisa mengetahui secara detail arah dari proyek yang sedang digarap. Adanya visi bisnis yang baik biasanya membuat seseorang lebih menya-tu dengan proyek di mana yang bersangkutan turut terlibat.

Agar tidak mengalami kerugian bila terjadi sengketa, sebelum membuat kontrak lakukan-lah hal-hal berikut untuk mengatasi kerugian akibat sengketa (dispute) pada obyek bisnis da-lam kontrak:

1. Analisislah potensi untung-rugi dan analisa ekonomi terhadap obyek yang diperjanjikan. Hal ini perlu dibahas oleh tim.

2. Buatlah peta proses bisnis terhadap obyek yang diperjanjikan dalam kontrak secara detail.

3. Berdasarkan hasil pemetaan diatas, buatlah analisis pada masing-masing elemen apakah ada potensi sengketa (dispute). Bila ada, masukkan kedalam daftar potensi dispute.

4. Bila semua elemen telah selesai dianalisis dan semua potensi dispute sudah masuk dalam daftar dispute, maka lakukanlah analisis oleh tim lain. Tujuannya adalah sebagai verifikasi sekaligus second-opinion.

5. Apabila semua potensi sengketa telah final dan disepakati, buatlah alternatif-alternatif untuk mengantisipasi dispute tersebut. Al-ternatif-alternatif yang ada bisa bermacam-macam, dari menghindari terjadinya dispute sampai dengan menghadapi pihak lawan dan menghindari potensi kerugian.

Sumber :

Contoh Kasus Kontrak Kerja dan Bisnis

Sabtu, 03 Juni 2017
Posted by Unknown

// Copyright © RIZKY SEPTIAN //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //